Selasa, 10 Januari 2017

Siapakah Syaikh Ini ?



Menurut riwayat, Muhammad bin Al-Munkadar memiliki beberapa kain, sebagian harganya lima dirham, dan sebagian yang lain harganya 10 dirham.
Saat dia pergi, budaknya menjual kain yang seharusnya berharga lima dirham dengan harga 10 dirham.
Setelah mengetahui kejadian itu, di sepanjang siang, Muhammad bin Al-Munkadar mencari orang Badui yang membeli kain itu.
Akhirnya, ia berhasil menemukan Badui itu. Muhammad berkata, “Budakku salah hitung. Dia telah menjual kain dengan harga sepuluh dirham, seharusnya 5 dirham.”
Si Badui mengatakan, “Tidak apa-apa, aku rela, kok.”
Muhammad bin Al-Munkadar berkata, “Oh iya, tetapi kami tidak rela engkau merugi. Pilihlah satu di antara tiga hal. Pertama engkau tukar kainmu dengan kain lain yang berharga sepuluh dirham, kedua kami kembalikan uangmu sebesar lima dirham, ketiga engkau kembalikan kain kami, dan kami akan mengembalikan uangmu.”
Si Badui berkata, “Kembalikan padaku uang yang lima dirham itu.”
Muhammad mengembalikan uang lima dirham itu kepada Badui tersebut.
Setelah pergi, si Badui itu betanya-tanya keheranan, “Siapakah bapak tua itu?”
Seseorang menjawab keheranannya, “Dia adalah Muhammad bin Al-Munkadar.”
Pembeli Badui itu berkata takjub, “La ilaha illallah. Dialah orang yang selama ini memberikan kami minum di saat kami kekeringan.”



Dikutip dari 'Min Rawai Tarikhina'

Seorang Budak yang Sedang Bersujud Kepada Allah



Qadi Bashrah yang bernama Ubaidillah bin Al-Hasan berkata, “Aku memiliki seorang budak perempuan dari bangsa Ajam(non arab) yang elok rupawan. Aku mengaguminya. Pada suatu malam, ia tidur di sampingku. Saat aku bangun, aku tidak mendapatinya di sampingku. Aku mencarinya, tetapi aku tidak menemukannya. Disaat aku menemui keberadaannya, ia sedang bersujud.
Ia berdoa, “Dengan cinta-Mu padaku, ampunilah aku ya Allah.”
Aku berkata padanya, “Dengan cintaku pada-Mu, ya Allah, ampunilah aku!”
Budakku itu berkata, “Wahai pahlawan, cinta-Nya padaku menyebabkanku meninggalkan kekafiran dan menerima Islam. Dan dengan cinta-Nya padaku, Dia membangunkanku dan membiarkan engkau tidur.”
Aku berkata, “Pergilah. Kamu kubebaskan karena Allah.”
Dia berkata, “Tuanku, engkau menyakitiku. Sebelum aku bebas, aku mendapatkan dua pahala. Kini aku hanya mendapatkan satu pahala.”  




Dikutip dari 'Min Rawa'i Tarikhina'

Umar bin Al-Khattab dan Seorang Nenek



Dari Yahya bin Abdullah, dari Al-Auza’i bahwa Umar bin Al-Khattab keluar pada suatu malam yang gelap.
Thalhah melihatnya. Umar pergi, dan masuk ke dalam sebuah rumah.
Kemudian ia masuk ke dalam rumah lain. Keesokan paginya, Thalah datang ke rumah itu.
Ia menjumpai di dalamnya ada seorang nenek sedang duduk. Thalhah bertanya kepada nenek itu, “Mengapa laki-laki itu (maksudnya Umar) menemuimu?”
Nenek itu menjawab, “Sejak waktu itu ia berjanji kepadaku. Dia akan datang membawa segala kebutuhanku dan menghilangkan sakitku.”
Thalhah berkata kepada dirinya sendiri, “Celaka kamu, wahai Thalhah! Apakah kesalahan Umar yang sedang engkau cari-cari?!"




Dikutip dari 'Min Rawa'i Tarikhina'

Pemuda yang Kurus Karena Beribadah



Diceritakan suatu kaum menjenguk Umar bin Abdul Azis yang sedang sakit.
Di antara kaum itu ada seseorang pemuda dengan badan yang kurus.
Umar bertanya kepada pemuda itu, ”Wahai pemuda, mengapa badanmu tampak sedemikian kurus?”
Pemuda berkata, “Karena sakit, wahai Amirul Mukminin.”
Umar berkata, “Aku bertanya padamu atas nama Allah. Maukah berkata jujur?”
Pemuda berkata, “Wahai Amirul Mukminin, aku merasakan manisnya kenikmatan dunia, namun aku mendapatinya sangat pahit. Keindahan dan manisnya tampak sepele di mataku. Bagiku, emas dan batu yang ada di dunia ini setara saja nilainya. Seolah aku melihat singgasana Tuhanku, sementara manusia berjalan menuju surga dan neraka. Untuk tujuan itu, maka aku berpuasa di siang hari, bergadang di malam hari (untuk shalat).
Segala hal yang kulakukan, sekecil apapun, akan mendapatkan pahala atau hukuman dari Allah Swt.”



Dikutip dari 'Min Rawa'i Tarikhina'

Kecerdasan Ja'far bin Muhammad



Ada seorang laki-laki bertanya kepada Ja’far bin Muhammad,“Apa buktinya bahwa Allah itu ada? Tetapi kamu jangan menyebut adanya alam semesta ini, adanya sifat, dan adanya materi.”
Ja’far kemudian berkata kepadanya, “Apakah kamu pernah naik perahu?”
Laki-laki itu menjawab, “Iya.”
Ja’far melanjutkan, “Seandainya angin puyuh menyerang perahumu hingga kamu hampir tenggelam, dan kamu sudah tidak bisa lagi mengandalkan siapa pun di situ. Dalam keadaan kritis seperti itu, kepada siapa lagi kamu akan berseru meminta pertolongan?”
laki-laki itu menjawab, “Kepada Allah.”
Mendengar jawaban itu, Ja’far berkata kepadanya, “Nah, itu menjadi bukti bahwa Allah itu ada. Di dalam Al-Qur’an Allah berfirman, ‘Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan. Niscaya hilanglah siapa yang kamu seru kecuali Dia.’ (Al-Israa’:67). Dalam ayat lain disebutkan, ‘Dan bila kamu ditimpa oleh kemudaratan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.’” (An-Nahl;53)


Dikutip dari ‘Min Rawa’i Tarikhina’

Kecerdasan Iyas bin Muawiyah Al-Muazanni Menjawab Pertanyaan tentang Barang Haram


Suatu hari, seorang laki-laki bertanya kepada Iyas mengenai hukum arak.
Iyas menjawab, “Itu haram.”
Laki-laki itu bertanya lagi, “Bagaimana kalau air?”
Iyas menjawab, “halal.”
Laki-laki itu bertanya lagi, “Kalau anggur?”
Iyas menjawab “Halal.”
Laki-laki itu bertanya lagi, “Kalau kurma?”
Iyas menjawab, “Halal.”
Laki-laki itu masih bertanya lagi, “Bila semuanya dicampur, apakah menjadi haram?”
Iyas menjawab, “Seandainya kedua tanganku ini kupenuhi dengan debu dan kulemparkan kepadamu, apakah itu akan membuatmu kesakitan?”
Laki-laki itu menjawab, “Tidak.”
Iyas bertanya lagi, “Kalau yang kulemparkan jerami, apa itu juga akan membuatmu kesakitan?”
Ia menjawab, “Tidak.” Iyas bertanya lagi, “Jika yang kulemparkan seciduk air, apakah itu akan membuatmu kesakitan?”
Ia menjawab, “Sama sekali tidak.”
Iyas berkata, “Lalu, bagaimana seandainya air itu dicampurkan dengan debu hingga menjadi tanah liat lalu mengeras seperti batu, setelah itu kulemparkan kepadamu, apakah itu akan membuatmu kesakitan?”
Laki-laki itu menjawab, “Wah, bisa-bisa aku mati karenanya.”
Iyas berkata, “Nah, seperti itu juga bila semua barang-barang tersebut dicampur.”

Dikutip dari “Min rawa’i tarikhina”